Tank Scorpion dibeli dari Inggris saat pemerintahan Suharto. (Foto: Kostrad)
3 Februari 2012, Senayan: Komisi I DPR mendukung penuh peringatan Presiden SBY pada sidang terbatas kabinet bidang Polhukam hari ini Kamis (2/2) soal pengadaan Alutsista.
"Yaitu harus hindari mark-up akibat percaloan dan utamakan produk dalam negeri," ujar Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq dalam pesan singkatnya yang diterima Jurnalparlemen.com.
Kata Mahfudz, untuk menghapuskan praktek mark-up, Kemhan dan Mabes TNI serta ketiga angkatan harus terbuka kepada Komisi I DPR tentang penganggaran dan penetapan kontrak pembelian. "Juga harus dipastikan tidak ada lagi terjadi perubahan-perubahan di tengah jalan. Kita semua tahu harga alutsista sifatnya abu-abu, tidak seperti belanja modal lainnya," ujarnya.
Sehingga, kata Mahfudz pengadaan alutsista itu memang harus terbuka. Agar tidak ada ruang bagi praktek mark-up. "Adapun soal pengadaan dari dalam negeri, Presiden harus cermat monitor daftar belanja alutsista dan bila perlu konfirmasi langsung kesiapan perusahaan-perusahaan industri pertahanan nasional dalam memenuhi produk alutsista," tegasnya.
Sebagai contoh, kata Mahfudz, pada tahun 2011 alokasi belanja alutsista ke dalam negeri baru sekitar 13 persen. Dengan alokasi anggaran modernisasi alutsista 2010-2014 sebesar Rp 150 triliun, mestinya minimal 40 persen dibelanjakan di dalam negeri atau dengan skema joint-production.
"Ini penting untuk merevitalisasi industri pertahanan nasional yang mulai didukung keuangannya oleh Menkeu melalui PMN sebesar Rp 3 triliun pada 2011. Jika hal-hal ini dijalankan dengan penuh komitmen, maka Komisi I DPR tidak ragu untuk terus mendorong peningkatan anggaran modernisasi alutsista TNI yang sudah banyak usang," ujarnya.
Juga yang terpenting, menurut Mahfudz, perlunya peningkatan prioritas modernisasi alutsista matra laut untuk maksimalkan pengamanan wilayah maritim Indonesia yang sangat luas dan masih rawan terhadap lalu-lintas ilegal yang merugikan perekonomian nasional.
"Saat ini potensi kerugian negara per tahun akibat illegal fishing, illegal logging, penyelundupan BBM, dan perompakan ditaksir mencapai nilai Rp 40 triliun," ujarnya.
Mahfudz menambahkan, bahwa Presiden SBY punya kesempatan 2 tahun lagi untuk majukan TNI dari aspek alutsista dan kesejahteraan prajurit. Sehingga Indonesia ke depan benar-benar disegani di kawasan dan bisa secara mandiri mengontrol wilayah kedaulatannya.
"Last but not least, prinsip yang sama juga harus dijalankan oleh Polri yang anggaran belanja modalnya juga sangat besar," tegasnya.
Jaleswari: Cegah Mark Up, TNI Harus Mampu Hapus Broker Alutsista
Pengamat Pertahanan Jaleswari Pramodhawardani menyambut baik imbauan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang meminta semua pihak menjalankan secara benar pengadaan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) di Tanah Air.
Menurut Jaleswari, semua pihak utamanya Tentara Nasional Indonesia (TNI) sudah seyogianya menerapkan prinsip transparan dan akuntabilitas dalam pengadaan Alutsista tersebut. ”Saya kira pernyataan Presiden SBY itu tepat karena Alutsista itu dibeli dari APBN. Sesuatu yang menyangkut APBN itu harus transparan karena menyangkut dana publik,” ujar Jaleswari saat berbincang dengan Jurnal Nasional, Kamis (2/2).
Jaleswari melanjutkan dirinya dapat memahami imbauan Presiden SBY tersebut. Pasalnya sambung dia, sudah menjadi rahasia umum apabila pengadaan Alutsista TNI selama ini kerap disusupi oleh broker atau makelar.
”Broker-broker harus dihilangkan. Karena Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono beberapa tahun lalu juga pernah menyatakan anggaran Kementerian Pertahanan (Kemhan) itu penuh borok dan bocor,” katanya.
Untuk itu kata Jaleswari lagi, dalam rangka penerapan transparansi dan akuntabilitas tersebut maka TNI harus konsisten dalam menjakankan Rencana Strategis (Renstra) yang telah ditetapkan. Renstra ini harus tetap dijalankan secara berkelanjutan meski terjadi pergantian di pucuk pimpinan TNI. ”Tidak hanya TNI tapi juga semua pihak harus mendukung berjalanya Renstra tersebut,” katanya.
Sumber: Jurnal Parlemen/Jurnas
No comments:
Post a Comment