Meriam produksi PT. PINDAD. (Foto: Berita HanKam)
25 November 2011, Jakarta (Jurnas.com): Komite Kebijakan Industri Pertahanan kembali menggelar sidang pleno. Sidang pleno keempat untuk memperkuat industri pertahanan (Indhan) agar dapat memenuhi kebutuhan TNI. Agenda yang dibahas dalam sidang ini adalah penetapan kriteria industri pertahanan, kebijakan dasar pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) dan alat material khusus (almatsus), verifikasi kemampuan industri pertahanan.
Revitalisasi manajemen industri pertahanan BUMNIP, penunjukan langsung proses pengadaan kepada BUMNIP, permintaan program offset dari Kementerian Pertahanan Malaysia untuk pembelian panser Anoa 6x6 APC produk PT Pindad, informasi tentang industri pertahanan, serta progres RUU Industri Pertahanan.
“Ini semua kita amanatkan kepada Pokja untuk diselesaikan, tim asistensi yang dipimpin oleh Sekretaris KKIP Wamenhan untuk menyelesaikan tiga agenda yaitu poin 1-3,” kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di Kementerian Pertahanan Jakarta, Jumat (25/11). Untuk revitalisasi manajemen industri pertahanan BUMNIP, dilaksanakan oleh Meneg BUMN. “Tapi kami akan mendukung agar penyehatan dan kemampuan BUMNIP terjadi lebih cepat,” tambahnya.
KKIP juga membahas percepatan pengadaan barang dan jasa alutsista, terutama dari BUMNIP. Hal ini, kata Menhan, merupakan penjabaran perpres yang mengamanatkan penunjukan langsung pengadaan alutsista.
Pengadaan alutsista ini juga diupayakan dengan program offset, agar local content bisa didapatkan sehingga menambah nilai tambah bagi industri pertahanan. “Kami persiapkan program offset, seberapa besar nilai offset atau local content yang kita lakukan agar di satu sisi industri bisa berkembang dan masuk pasar luar negeri. Tetapi di sisi lain kita menerima adanya persyaratan offset tersebut,” tutur Menhan.
Selain itu, pengadaan alutsista juga dilakukan dengan program trade off, sehingga selain membeli alutsista dari luar negeri, Indonesia bisa melakukan penjualan. Hal ini, jelas Menhan, dilakukan agar kemampuan industri pertahanan Indonesia dapat terus meningkat. “Kami maksimalkan kemampuan industri pertahanan dalam negeri dengan meningkatkan ToT (transfer of technology),” imbuhnya.
Inilah Industri Pertahanan yang Ingin Dikuasai Indonesia
Indonesia rupanya terus menaikkan targetnya dalam mengembangkan industri pertahanan di Indonesia. Hal ini terlihat pada saat pertemuan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang digelar di Kantor Kementerian Pertahanan, Jumat (25/11).
Dalam hasil pertemuan itu, setidaknya terdapat lima kemampuan yang ingin dikuasai Indonesia. Pertama, industri kendaraan tempur (Ranpur/ armor vehicle) dan kendaraan taktis (Rantis/ tactical vehicle).
"Kedua, industri kapal perang atas air (combat vessel) dan bawah air (submarine) serta kapal-kapal pendukungnya (support vessel)," kata Ketua KKIP yang juga Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.
Ketiga, industri pesawat militer angkut ringan dan sedang (light dan medium military air transport, fix wing and rotary wing) serta pesawat tempur (fighter). Keempat, industri senjata ringan dan berat untuk perorangan dan kelompok/ satuan (pistol, assault riffle, caraben, SMR, SMB, mortir, AGL, RPG) sampai dengan meriam dan munisinya (MKK dan MKB), roket/MLRS, torpedo, serta peluru kendali.
Sedangkan kelima adalah industri peralatan netword centric operation system, mulai alat komunikasi radio, sistem kendali/ kontrol, komputasi, dan komando untuk penembakan senjata, radar dan thermal optic untuk pencari/deteksi dan penjajak sasaran walau dengan kemampuan industri yang relatif masih terbatas.
KKIP sendiri dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2010 dalam rangka memantapkan fondasi industri pertahanan nasional dalam rangka revitalisasi industri pertahanan. Tugas komite ini antara lain merumuskan kebijakan yang terdiri dari penelitian, pengembangan, dan peningkatan sumber daya manusia, mengkoordinasikan kerjasama luar negeri, dan memantau serta mengevaluasi kebijakan industri pertahanan.
Sumber: Jurnas/PelitaOnline
No comments:
Post a Comment